SEKOLAH TIDAK GRATIS, KITONG SEMAKIN SUSAH!!!

0

Sekolah Alternatif Papua 

(Sekolah seharusnya gratis, kritis dan demokratis!)

Memperingati hari Lingkungan Hidup 2022

Foto doc. Google

Pulau Papua secara keseluruhan memiliki luas 45.941.167 hektar atau 45,9 juta hektar, yang didiami 253 suku. Papua memiliki hutan, air dan manusia yang mendiami dan hidup berdampingan, inilah yang disebut dengan lingkungan hidup. Kekayaan sumber daya alam yang melimpah, membuat banyak yang menginginkan kekayaan dalam tanah maupun diluar tanah. Adapun kekayaan dalam tanah seperti emas, tembaga, timah hitam, batu bara, minyak, gas alam, aluminium dan sebagainya. Semua kekayaan ini digunakan untuk membuat laptop, HP, motor, mobil, panci, seng rumah, semen. sedangkan kekayaan alam di atas permukaan tanah seperti pohon kayu besi, ikan, sagu, dan lain-lain digunakan untuk bahan makanan, bahan membuat rumah dan lain sebagainya. Namun banyak hal dari lingkungan hidup kita yang belum diketahui maupun dikelola oleh Kitong (orang asli Papua).


Kenapa kitong belum bisa kelola? 

Kitong belum bisa kelola hasil bumi tersebut, karena kitong belum memiliki ilmu pengetahuan dan pengalaman serta tidak dilibatkan dalam proses produksi. Kitong secara adat lebih banyak mempelajari ilmu tradisional secara bersama, maka ketika berhadapan dengan kondisi persaingan global kitong perlu usaha yang besar untuk beradaptasi. Salah satu contohnya adalah sistem pendidikan (sekolah formal) dulu kitong punya honai, para-para, rumah adat untuk belajar dan gratis, sedangkan sekarang tempat tersebut sudah diganti dengan bangunan sekolah (SD, SMP, SMA, kampus). Hal ini membuat kita harus menyesuaikan, apalagi biayanya tidak gratis, harus beli seragam, harus beli sepatu, harus beli buku yang mana tidak pernah kita tahu proses pembuatanya, kita hanya tau semuanya harus menggunakan uang yang banyak. belum lagi pungutan liar di Sekolah, seperti uang pembangunan, uang seragam, uang rekreasi, uang kelulusan, uang perbaikan nilai, dan uang-uang lainnya. Hal ini membuat orang tua harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit.  Ada tujuh wilayah adat di Papua yang dibagi berdasarkan kemiripan kebudayaannya yaitu Doberai, Bomberai, Lapago, Meepago, Saireri, Mam-Ta, Anim-Ha. Jumlah anak yang tidak sekolah (SD, SMP, SMP) menurut laporan Agus Sumule, Wilayah Doberai sebanyak 57.040 anak, wilayah Bomberai sebanyak 14.504 anak, wilayah Lapago sebanyak 100.969 anak, wilayah Meepago sebanyak 89.433, wilayah Saireri sebanyak 43.622 anak, wilayah Mam-Ta sebanyak 56.769 anak, dan wilayah Anim-Ha sebanyak 92.988 anak, sehingga total anak tidak sekolah 476.534 anak. Hal ini dipengaruhi kondisi tenaga guru, fasilitas belajar dan kesadaran mengajar. Hal ini tentu berbalik dengan kekayaan alam di Papua, belum lagi kondisi sosial yang membuat anak terlibat dalam lingkaran alkohol, lingkaran narkoba dan lain sebagainya.


Kondisi Jayapura

Perkembangan pembangunan semakin tinggi menyebabkan kerusakan lingkungan yang berpengaruh juga pada manusia di Jayapura. Kondisi alam yang perlahan tercemar dan habis menyebabkan kehidupan kita semakin susah, pendidikan yang tidak gratis, dan sistem yang rasis harus digantikan dengan sistem yang adil dan memenuhi kebutuhan kita. Sekolah Alternatif Papua menjawab solusi ini dengan belajar bersama dan partisipatif untuk berbagi ilmu pengetahuan bersama.



Tanah air West Papua, 11 Juni 2022

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Menerima!) #days=(20)

Blog kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda. Pelajari
Accept !
Ke Atas