KAPITALISME ADALAH PENNYAKIT !
Memperluas kemiskinan, memperparah kecurian dan pencurian tanah serta pembunuh berlembaga masyarakat adat Papua!
"Kawanku kaum Perempuan ... bebaslah pikiranmu dari penjara-penjara kecil lalu bergerak untuk pembebasan penjara besar (kapitalisme, kolonialisme, dan militerisme)"
-Cinta g-
Sejarah singkat.
Hari perempuan Internasional atau hari buruh merupakan bukti keterlibatan perempuan sebagai tenaga produktif dalam menciptakan revolusi. Bertahun-tahun sebelum 1911 peran perempuan dalam mengorganisir, dan berorganisasi adalah kunci dalam perubahan masyarakat. Pada tahun 1800-an setelah revolusi Industri di Eropa Barat setelah ditemukan mesin uap, perubahan terjadi dalam tatanan masyarakat. Tanah-tanah petani menjadi pabrik-pabrik besar ( manufacturing ). Pemilik industri-industri kecil ( home industri) mulai mengakumulasi modalnya untuk pabrik-pabrik. Meluasnya pabrik-pabrik kemudian ditetapkan pembagian pekerjaan berdasarkan jenis kelamin.Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa perampasan hak hidup dan meluasnya kemiskinan.Pada umumnya perempuan ditempatkan pada industri tekstil, manufaktur makanan, dan layanan-layanan domestik ( babysitter , asisten rumah tangga dsb).
Pada penghujung abad ke 20, era dimana serikat-serikat buruh mengalami perkembangan dan di sisi lain sengketa-sengketa industri mulai meletus, termasuk sengketa yang muncul di antara seksi-seksi pekerja perempuan yang tidak bergabung dalam serikat. Eropa saat itu berada dalam kemungkinan terseret dalam Revolusi.
Hari perempuan internasional berawal dari keputusan kongres perempuan sosialis kedua di Kopenhagen. Hari perempuan Internasional digelorakan pertama kali pada tahun 1911 keberhasilan sungguh luar biasa. Perempuan-perempuan buruh di Jerman dan Austria terlibat aktif mengorganisir dan ikut dalam rapat-rapat bahkan memenuhi balai-balai desa.
Kongres menetapkan hari perempuan Internasional pada 19 Maret 1911. Tanggal ini bernilai sejarah penting bagi proletariat Jerman. Tanggal 19 Maret berlangsung revolusi Jerman 1848 dimana untuk pertama kali kali raja Prusia mengakui kekuatan pasukan dan tunduk di bawah ancaman perlawanan proletar. Dalam aksi-aksi masa yang diorganisir dan dikerjakan bersama perempuan maka polisi melakukan pemukulan dan bentrok yang menyebabkan pertumpahan darah. Sehingga mengapa 8 Maret 1913 ditetapkan sebagai hari perempuan internasional atau hari perempuan buruh yang militan. Hari perempuan internasional adalah momen bahwa perempuan terlibat dalam aksi massa, berorganisasi adalah syarat menuju revolusi. Hari perempuan buruh 1913, buruh perempuan Rusia yang pertama kali berpartisipasi dengan mengadakan pameran terbuka di bawah kekejaman Tsar (pemerintahan fasis Rusia saat itu). Perempuan menerbitkan artikel, Koran-koran untuk membangkitkan semangat di tengah-tengah media. Revolusi Rusia pada 1917 tidak terlepas dari militansi perempuan buruh dalam bergerak merebut revolusi sosialisme. Saat itu terjadi penembakan 128.000 buruh yang terlibat dalam aksi demo perempuan Internasional. inilah yang menjadi awal perjuangan revolusioner dipandu oleh naluri kelas pekerja dan memulai REVOLUSI.
Kondisi perempuan hari ini!
Kapitalisme atau paham ekonomi politik yang berdasar pada akumulasi modal dan perluasan wilayah eksploitasi terus berkembang. Kapitalisme mengontrol media cetak, media online, TV, radio untuk mengkonstruksikan pemikiran masyarakat.
Kapitalisme memberikan jaminan kebodohan dan kehancuran bagi masyarakat adat serta pemusnaan.
Kapitalisme menciptakan produk-produk untuk menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap kapital. Kapitalisme membutuhkan tenaga-tenaga kerja baru dengan upah murah. Peningkatan produksi membutuhkan alat kerja dan sasaran produksi baru sehingga membuat perrampasan lahan terus terjadi. Konsekuensi dari produksi barang adalah produksi lebih ( overproduction ), kondisi akan terus berlanjut dalam sistem kapitalisme yang disebut krisis ekonomi.
Krisis ekonomi telah terjadi sejak lama, 1998, 2008, 2019 diperparah dengan munculnya COVID-19. COVID-19 menyebabkan krisis ekonomi hingga depresi ekonomi di Indonesia. Krisis produksi lebih menuntut kapital mencari ruang-ruang baru dalam dan luar negeri untuk menanamkan modal atau eksploitasi sumber alam serta manusia. Hal ini yang membuktikan meskipun COVID-19 masih ada Jokowi melakukan pengiriman militer ke Papua, pemekaran, perampasan lahan masyarakat terus terjadi, kapitalisasi alat kesehatan, pemotongan subsidi, pemotongan biaya hingga pengesahan OTSUS jilid II pada November 2021. Pemberian program-program PON XXI, Peparnas, digitalisasi, Untuk dianggap di Papua dilakukan penangkapan aktivis, pengendalian informasi publik, pengontrolan penggunaan jaringan telepon dan internet.
Penyakit penggunaan media sosial membuat masyarakat tidak sadar tanah dan haknya telah direngut. 7 anak dipukuli dan 1 orang tewas di Sinak, Puncak Papua adalah wujud fasis (militer-kapital) yang dianut dalam pemerintahan Indonesia. Operasi militer sejak 1962 hingga 2022 masih terjadi, dalam 5 tahun terakhir Nduga, Intan Jaya, Maybrat, Pegunungan Bintang, Puncak Papua masih ada operasi militer. Wilayah Papua lainnya menjadi wilayah Papua lainnya menjadi operasi militer Intelijen Indonesia, perampasan tanah, penciptaan kepala suku tandingan, politik pecah belah, pemekaran wilayah administrasi, rasisme, kekerasan, kekerasan seksual, diskriminasi antara perempuan dan laki-laki serta orientasi seksual lainnya (seksisme) adalah wujud kolonialisme negara. Perempuan-perempuan di daerah konflik harus melewati hutan dengan kaki, dan ketakutan. perempuan tempat yang tidak diketahui membawa anak - anak menyeberangi kali, sungai, berhadapan dengan binatang, resiko penyakit, akibat kondisi alam dsb. Kematian adalah resiko yang diterimanya pada situasi militer. Perempuan harus terlibat dalam perlawanan karena terjebak dalam kejahatan yang disebabkan oleh penjajah (kolonialisme) serta melanggengkan pembunuhan oleh militer.
Perempuan harus keluar dari rasa nyaman untuk dirinya sendiri dan bersama-sama menyadarinya. Papua adalah wilayah dengan sumber daya alam namun melimpah data BPS 2016 menyatakan bahwa Papua dan Papua barat menempati posisi daerah miskin dengan angka 28,40% dan 25,73%.
Akar penindasan perempuan.
Dalam sejarah umat manusia yang terlibat dalam aksi kaum tertindas. Penindasan terhadap perempuan berawal, ketika mulai tergesernya pri-kehidupan ke arah masyarakat pertanian dan mengubah kemudian mengubah struktur masyarakat (Revolusi Neolitikum). Hubungan antara perempuan dan laki-laki mulai berubah dalam hal pembagian kerja. Perubahan status perempuan telah berkembang sesuai dengan produktivitas tenaga kerja dan pembagian kerja manusia di pertanian, domestik, peternakan dan pengumpulan bahan hingga muncul pekerjaan baru. Perempuan bukan hanya sebagai tenaga kerja untuk menghasilkan makanan namun memiliki beban untuk menghasilkan anak yang dapat menjadi tenaga kerja baru yang siap dieksploitasi sama seperti ternak. Seiring dengan munculnya institusi sosial ekonomi kepemilikan pribadi, memperkuat posisi perempuan hanya sebagai manusia kelas kedua setelah kelas penguasa. Tradisi komunal primitif yang menunjukkan kerja kolektif dan pembagian kerja serta distribusi hasil yang merata perlahan dihancurkan setelah revolusi neolitikum.
Perempuan dari periode-ke periode terus menerima perlakuan tidak adil dan menjadi manusia kelas kedua.
Era Covid-19 semakin memperparah kondisi perempuan di Papua. Perempuan papua pada umumnya sebagai petani kesulitan mendapatkan pembeli sedangkan pesaing semakin banyak, pekerja - pekerja honorer tidak mendapat jaminan kesehatan atau asuransi, perempuan yang bekerja di rumah kesulitan akses air bersih dan listrik.
Pekerja HAM akan terus bekerja karena negara tidak peduli terhadap Hak asasi masyarakat.
Apa yang harus dilakukan?
Sejarah mencatat bahwa perjuangan tidak dapat meninggalkan peran perempuan. Penindasan adalah kondisi objektif karena adanya sistem kapitalisme. Kapitalisme merampas hak perempuan maupun laki-laki apalagi masyarakat adat Papua.
Oleh karena itu, keterlibatan perjuangan nasional tidak bisa terjadi tanpa keterlibatan perempuan, begitupun sebaliknya perjuangan nasional Papua tidak bisa terjadi tanpa keterlibatan perempuan. Kedua hal harus berjalan bersama tidak boleh didhulukan satu saja, keduanya memenuhi syarat dalam manusia melalui Revolusi.
" Tidak ada Pembebasan Nasional tanpa Pembebasan Perempuan"
- Rinto Kogoya.
Penulis: Cinta G (Biro Pendidikan dan Penelitian Green Papua)