London, 18 Agustus 2016 – Lebih dari setengah juta orang diperkirakan meninggal setiap tahunnya hingga 2050 akibat dampak perubahan iklim pada sektor pertanian, demikian studi terbaru dari Universitas Oxford terkait dengan masa depan pangan.
Para peneliti mengatakan bahwa dampak tersebut akan sangat terasa di Asia bagian selatan dan timur, juga AS.
Mereka mengidentifikasi penurunan produksi dan konsumsi buah dan sayuran sebagai salah satu kekhawatiran dan menyatakan bahwa perubahan iklim menjadi salah satu penyebabnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa orang dewasa mengkonsumsi setidaknya 400 gram buah dan sayuran per hari, yang berbeda dengan makanan sudah diproses, rendah kalori dan tidak menimbulkan obesitas. Konsumsi daging merah yang sudah diproses banyak dihubungkan dengan penyakit kanker.
Meski sudah banyak riset terkait dengan ketahanan pangan, tidak ada studi yang membahas pengaruh produksi pertanian terhadap kesehatan di masa depan.
Studi yang dipublikasikan di The Lancet, jurnal medis di Inggris, menghubungkan frameworkmodel pertanian secara mendetail antara International Model for Policy Analysis of Agricultural Commodities and Trade (IMPACT) dengan kajian risiko komparatif dari perubahan konsumsi buah, sayuran, dan daging merah, dan berat badan dengan kematian disebabkan oleh penyakit hati, stroke, kanker, dan penyebab lainnya.
Berat badan dan diet
Para penulis mengkalkulasikan perubahan pada kematian yang berhubungan dengan kejadian iklim berdasarkan berat badan dan diet dengan kombinasi empat jalan emisi, yaitu satu tinggi, satu rendah dan dua medium, serta tiga jalan sosial ekonomi, yaitu pembangunan berkelanjutan, tengah jalan, dan pembangunan terfragmentasi.
Model tersebut memproyeksikan bahwa perubahan iklim akan mengurangi ketersediaan pangan hingga 3,2% setiap orang pada tahun 2050. Konsumsi daging merah diprediksi akan menurun 0,7% namun konsumsi buah dan sayuran akan mencapai 4%. Perubahan ini akan berkontribusi kepada 529.000 kematian terkait dengan perubahan iklim setiap tahunnya secara global.
Model ini juga menunjukkan bahwa 248.000 orang akan meninggal di Cina pada tahun 2050 akibat penurunan produksi pangan yang disebabkan oleh perubahan iklim. Sementara, India akan kehilangan 160.000 orang per tahunnya, diikuti oleh Vietnam, Bangladesh, dan AS.
Marco Springmann, penulis utama studi dan periset post-doctoral dari departemen kesehatan populasi, Oxford Martin Programme on the Future of Food, mengatakan bahwa tingkat kematian, perubahan iklim, hingga pengaruh terhadap pangan harus bisa dipertimbangkan.
“AS berada di posisi kelima karena populasi tinggi dan kerentanan terhadap dampak perubahan iklim,” jelasnya.
Kematian yang berhubungan dengan penurunan asumsi buah dan sayuran terjadi dua kali lebih besar sejalan dengan peningkatan dampak perubahan iklim. Banyak kematian ini diproyeksikan akan melanda Asia bagian selatan dan timur.
Strategi adaptasi
Studi tersebut menyatakan bahwa dampak perubahan iklim terhadap kesehatan, terkait dengan perubahan pola makan dan berat badan, bisa menjadi sangat substansial dan melebihi dampak kesehatan lainnya. Program kesehatan publik yang bertujuan untuk mencegah risiko penyakit terkait dengan pola makan dan berat badan bisa menjadi strategi adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
Dr Diarmid Campbell-Lendrum, yang memimpin tim perubahan iklim dan kesehatan di WHO, mengatakan kepada thethirdpole.net : “Skala perbedaan antara penelitian terbaru dan yang sudah kami publikasikan beberapa tahun lalu cukup mengejutkan. Perbedaan terbesar ada pada besarnya dampak konsumsi buah dan sayur.
“Hal ini masuk akal karena kita tahu rendahnya konsumsi makanan tersebut telah menjadi pembunuh utama – tapi juga penting menggarisbawahi bahwa tidak banyak penelitian terkait dengan perubahan iklim dan produksi pangan, ketersediaan buah dan sayur ketimbang pangan lainnya.” – Climate News Network