Majelis Hakim telah memutuskan, Menolak Gugatan Yerisiam. Tapi perjuangan tak pernah akan berakhir. Kami Tetap Berjuang. Kekompakan kita harus terus terjaga, dan juga kita bantu kepada saudara-saudara lain di belahan negeri Papua lainya, dalam melawan kebijakan corporate lewat investasi-investasi yang merampas hak-hak kita di negeri ini, Tanah Papua.
Oleh Pietsau Amafnini
Foto.Piaetsau Amafnini |
Hari itu, Selasa 5 April 2016. Orang-orang Yerisiam Gua bersama para sahabat peduli korban kebijakan investasi perkebunan sawit pun tampak memadati ruang sidang PTUN Jayapura. Ini sidang yang ke-20, merupakan sidang terakhir atas gugatan terhadap IUP Sawit Nabire Baru yang telah mengklaim 17,000 hektar Tanah Yerisiam tanpa persetujuan masyarakat adat pemilik hak ulayat. Artinya sudah 19 kali sidang telah dilewati sejak Oktober 2015 yang lalu. Mereka tampak tenang sambil mengira-ngira terhadap hasil sidang kesimpulan dan pengambilan keputusan majelis Hakim.
Semua seakan tenggelam dalam suasana hening mendengar butir-butir kesimpulan hakim setelah mendengar keterangan dari baik penggugat maupun para pihak tergugat disertai alat-alat bukti masing-masing pihak. Dan akhirnya sampai pada kesimpulan dan keputusan Hakim PTUN Jayapura atas gugatan masyarakat adat Yerisiam Gua terhadap IUP Nabire Baru, bahwa Majelis Hakim menolak Gugatan Yerisiam tersebut. Kalah. Rasa kecewa pun tampak memadat pada roman wajah orang-orang Yerisiam itu. Tapi tak satu pun dari pihak tergugat terlihat senyum. Yang jelas ini tidak seperti bermain sepak bola, dimana ada pihak yang kalah dan ada yang menang telak; atau seperti arena tinju dimana ada yang menang KO dan atau ada lawan yang kalah tipis dalam angka hasil penilaian dewan juri. Tapi memang serupa dengan sebuah permainan di mana antara dua kubu telah menempuh 19 kali pertarungan hingga mencapai tahap final pada tahap ke-20. Sialnya, tak satupun merayakan kemenangannya, dan pihak lainnya pun tak menyesali kekalahannya. Karena sang pemenang adalah “WAKTU” dan sang “wasit” telah mengambil keputusan bahwa “selesai”. Sabuk juara sang petarung pun tetap menjadi miliknya hingga 35 tahun ke depan.
Achhhh sedih, karena proses hukum yang berlangsung sejak Oktober 2015 itu ternyata sangat melelahkan. Nabire dan Jayapura, bukan tempat yang berdekatan. Mahalnya ongkos transportasi, konsumsi dan lain sebagainya tentu meninggalkan kesan tersendiri. Belum lagi tenaga dan pikiran hingga pergumulan dalam menahan perasaan hingga rasa haus dan lapar selama menjalani masa perjuangan menuntut keadilan atas negeri warisan para leluhur “Jarae dan Manawari”.
Apakah ini berarti masyarakat adat Yerisiam selaku pihak penggugat itu kalah? Tidak…!!! Kalah atau menang sebenarnya sama saja dalam proses hukum jenis ini, toh tidak ada yang dirugikan dan tidak ada yang diuntungkan. Karena 17,000 hektar itu pun tetap bertanam sawit dan tanah pun tak kembali ke tangan orang Yerisiam, bahkan hutan pun tak kembali ke kondisi semulanya. Seandainya “menang” pun, IUP-HGU Sawit yang telah dikuasakan negara kepada hak PT. Nabire Baru itu belum tentu dicabut, bahkan pohon-pohon sawit itu pun tak mungkin tercabut pula. Hutan sawit itu pun tak mungkin kembali ke wajah alam semulanya. Bahkan Kali Sima pun tak mungkin berhenti meluap membawa banjir ke dalam Kampung Sima.
Namun demikian, sebuah pembelajaran dari proses panjang ini adalah sebuah pengalaman menarik dan sangat baru bagi seluruh masyarakat adat korban investasi skala besar di Tanah Papua. Bahwa Orang Yerisiam Gua telah menunjukkan jalan guna mencari keadilan di negeri ini dengan menempuh jalur hukum, fasilitas yang disediakan oleh sistem negara untuk menangani, menengahi dan menyelesaikan konflik. Dalam hal ini, maka Orang Yerisiam sesungguhnya “Tidak Kalah” dalam proses peradilan ini, walaupun gugatan mereka terhadap Pemerintah Provinsi Papua dan Perusahaan sawit Nabire Baru “ditolak” oleh Majelis Hakim pada sidang yang ke-20 itu. Keberhasilan Suku Besar Yerisiam adalah berani mencari keadilan melalui jalur hukum dan berani menggugat perusahaan kelapa sawit di Tanah Papua. Proses hukum itu pun berjalan hingga pada akhirnya sampai pada Keputusan Hakim. Ini hebat, Suku Besar Yerisiam Gua hebat. Mereka telah berjuang sampai akhir. Walaupun bukan satu-satunya jalan, apalagi menjadi jalan terakhir untuk mendapatkan kembali “Jarae dan Manawari”. Masih ada banyak jalan dan cara, tetapi tentu membutuhkan waktu, tenaga dan strategi baru. Melalui telepon celulernya, Robertino Hanebora pun mengakhiri ceritanya dengan bernada tegas, “Kami masih akan terus berjuang, ini bukan jalan yang terakhir bagi kami”.
Sebuah catatan curahan hati (Curhat) pun dilayangkan oleh Robertino Hanebora, Sekretaris Suku Besar Yerisiam Gua melalui media sosial (facebook) kepada seluruh sahabat jaringan dan teman-teman senasib-seperjuangan. Beribu maaf dan beribu terimakasih disampaikan kepada semua sahabat jaringan yang telah turut menaruh perhatian pada perjuangan Suku Besar Yerisiam Gua.
“KAMI TETAP BERJUANG”. Izinkanlah saya mengutip sebuah nasehat dari buku catatan renungannya Pdt.IS.Kijne di Windesi/Wasior, Teluk Wondama pada 13 Januari 1926: “Saya sendiri tak mengerti dengan misteri negeri ini (Papua), panggkur sagu kalian, jaga ikan kalian, jaga gunung-gunung kalian dan jaga negeri kalian. Karena suatu saat misteri negeri ini akan menjadi berkat bagi generasi-generasi kalian. Perbanyaklah berdoa…kerena dengan doa kalian tidak jatuh dalam cobaan dan godaan”.
Selanjutnya, sekalipun langit terbelah, hujan peluru dan berjuta rintangan, kami akan terus berjuang mempertahankan “Tanah Kelahiran Kami Yerisiam Gua”. Majelis Hakim PTUN Jayapura telah menyimpulkan dan memutuskan pada hari ini selasa,5/04/2016 bahwa menolak gugatan kami terhadap SK Gubernur Papua (Barnabas Suebu) No. 142, tentang IUP (Ijin Usaha Perkebunan) PT.Nabire. Tapi kami tidak merasa telah dikalahkan oleh perusahaan itu bersama pemerintah sebagai pemberi izin. Kami sudah melewati 19 kali sidang, dan akhirnya gugatan kami ditolak pada sidang ke-20. Sebanyak 20 kali sidang memang melelahkan, tapi semangat kami tidak pernah akan padam. Karena semangat itu telah berkobar sejak Oktober 2015 hingga April 2016, sekarang. Tak pernah akan redup. Kami akan tetap berjuang hingga pada akhirnya mendapatkan kembali hak kami atas Tanah Yerisiam. “Jarae dan Manawari” harus kembali ke tangan hak kami.
Banyak suka maupun duka yang kami hadapi. Tapi juga banyak pelajaran berharga yang kami dapat di dalam proses ini, salah satunya adalah “Menuntut Hak Menggunakan Aturan Yang Berlaku,Tanpa Menggunakan Otot Atau Kekerasan”. Secara akal sehat, dan asumsi orang yang anti untuk melawan sistim, akan berpikir bahwa hal yang kami lakukan untuk melawan investasi skala besar ini, tak mungkin akan berhasil dan percuma. Namun…, saya belajar banyak skali dari orang-orang yang ada di samping saya, salah satunya seorang cendikiawan Papua yang saya anggap seperti sudara kandung saya sendiri, Jhon NR Gobai. Dia mengatakan bahwa “Adik…bicara barang benar, bicara akan negeri ini, jangan pernah menyerah…kita lawan, Tuhan dan Negeri ini akan menyertai kita. Banyak orang yang akan berpikir dan membantu kita”.
Saya atas nama pribadi dan Pimpinan Kolektif Suku Besar Yerisiam Gua, mengucapkan banyak trimakasih kepada Koalisi Peduli Korban Sawit Nabire (KPK-SN), KPKC GKI di Tanah Papua, Keluarga Besar Yayasan Pusaka di Jakarta, JASOIL Tanah Papua di Manokwari, Keluarga Besar Forum Indepanden Mahasiswa (FIM), Universitas Cenderawasih (Dr.Yusak Reba), Abang Wenan Watory, Keluarga Besar Yerisiam Gua di Nabire, Keluarga Besar Hegure/Yaur di Nabire, Teman-Teman Jurnalis, Para Aktivis Penggiat Lingkungan, Media-Media Online, Media Cetak, Media Elektronik, dan semua pihak yang tak dapat saya sebutkan satu persatu, yang membantu kami dari ujung Kepala Burung Sorong sampai Samarai dan juga mereka yang di luar Papua tapi juga Luar Negeri, baik dukungan moril dan materil. Dari pribadi dan Kolektif, saya menyampaikan beribu terimaksih, karena semua melihat persoalan Yerisiam bukan dari perspektif orang Yerisiam saja, tapi menjadi ancaman bagi satu negeri ini (Papua). Terimakasih, karena terus mendampingi kami hingga saat ini dan juga turut berpikir akan persoalan kami selama ini dan lebih khusus selama sidang berlangsung, Semoga Tuhan dan Leluhur Negeri ini memberkati kalian semua.
Ketika Tuhan dan Tulang-Belulang Lelulur Negeri ini berkehendak dan Hakim Independen…maka Perjuangan kita di PTUN akan berhasil/menang…Perjuangan ini adalah bagian dari bentuk melawan sistem yang ingin mengacaukan, merampas dan membunuh kita lewat Investasi yang ada di Tanah Papua, lebih khusus Yerisiam. Sekali Lagi Tuhan Memberkati Perjuangan Kita Semua. Terakhir apabila ada yang salah, dan kurang berkenan kepada semua. Kami menyampaikan permohonan maaf. Perjuangan kekompakan kita terus kita jaga, dan juga kita bantu kepada saudara-saudara lain di belahan negeri Papua lainya, dalam melawan kebijakan corporate lewat investasi-investasi yang merampas hak-hak kita di negeri ini (Papua).…Amin…!!!
“Tuan Pietsau Amafnini, HP saya Lowbatt. Saya harus charge dulu. Kalau esok, waktu masih mengizinkan kita, perjuangan akan tetap berlanjut. Banyak jalan menuju Roma. Catatlah semua perjalanan perjuangan Yerisiam, agar kelak menjadi bahan cerita bersejarah bagi generasi penerus Orang Yerisiam”, kata Tino sebelum telepon celulernya padam.***Koordinator JASOIL Tanah Papua