Oleh : Yohanes Giyai
Pengantar
|
Wisata pengamatan burung liar (birdwatching) merupakan salah satu bentuk wisata alam yang sejak tahun 2000-an terus dikembangkan di Indonesia . Salah satu hal yang mendorong pengembangan wisata ini ialah aspek ekonominya yang cukup menjanjikan bagi dunia usaha pariwisata. Wisata ini bahkan menjadi salah satu usaha pariwisata alam yang menguntungkan di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Inggris. Melihat adanya potensi yang menjanjikan ini maka wisata ini perlu terus dikembangkan di Papua, terlebih lagi Papua memiliki keistimewaan karena keanekaragaman burung yang tinggi, dan memiliki beberapa satwa endemik seperti Cenderawasih.
Dalam hal ini saya meyakini adanya prospek yang sangat luar biasa sebagai upaya pencegahan kepunahan burung Cenderawasih bersifat ekowisata yang dapat menggiring masyarakat kearah upaya konservatif terhadap kawasan lindung dipapua yang bersifat partisifatif sehingga, mampu membendung perburuan liar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan jika ini berhasil maka dapat tercipta habitat yang baik bagi cenderawasih karena masyarakat akan berperan aktif dalam menjaga kawasan Lindung dan Zonasi Habitatnya.
Dalam Tulisan ini saya mencoba menulis sejarah dan deskripsi burung cenderawasih sebagai hewan endemik yang unik? Yang kedua saya juga menulis mencoba mengidentifikasi sumber penyebab kepunahan burung cenderawasih ? sebagai upaya mengetahui kelemahan pemerintah, masyarakat maupun stackholder lainnya. Pada bagian ketiga saya mencoba memberikan solusi atau upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah mupun masyarakat ? sesuai dengan kemampuan saya. Kemudain dilanjutkan dengan kesimpulan dan penutup. Semoga tuisan ini bermanfaat bagi pengunjung setia Info Green Papua.
1. Sejarah dan Deskripsi Burung Cenderawasih
Burung-burung Cenderawasih merupakan anggota famili Paradisaeidae dari ordo Passeriformes. Mereka dapat temukan di Papua, Papua Nugini, dan Australia timur.
Burung Cenderawasih yang paling terkenal adalah genus Paradisaea, salah satu spesiesnya yakni Cenderawasih kuning - besar (Paradisaea apoda). Jenis ini berhasil dideskripsikan dari spesimen yang dibawa ke Eropa sekitar tahun 1522, oleh Antonio Pigafetta dan Magelhan, melalui ekpedisi dagang. Spesimen ini disiapkan oleh masyarakat pribumi dengan membuang sayap dan kakinya agar dapat dijadikan hiasan. Hal ini tidak diketahui oleh para penjelajah dan menimbulkan kepercayaan bahwa burung ini tidak pernah mendarat namun tetap berada di udara karena bulu-bulunya. Inilah asal mula nama bird of paradise (burung surga' oleh orang Inggris) dan nama jenis apoda yang berarti 'tak berkaki'
Banyak jenis dari burung ini mempunyai ritual kawin yang rumit, dengan sistem kawin jenis-jenis Paradisaea adalah burung-burung jantan berkumpul untuk bersaing memperlihatkan keelokannya pada burung betina agar dapat kawin. Sementara jenis lain seperti jenis-jenis Cicinnurus dan Parotia memiliki tari perkawinan yang beraturan. Burung jantan pada jenis yang dimorfik seksual bersifat poligami. Banyak burung hibrida yang dideskripsikan sebagai jenis baru, dan beberapa spesies diragukan kevalidannya. Jumlah telurnya kurang pasti, pada jenis besar, mungkin hampir selalu satu telur. Jenis kecil dapat menghasilkan sebanyak 2-3 telur (Mackay 1990).
Cukup beralasan apabila burung cenderawasih disebut-sebut sebagai bird of paradise. Bagaimana tidak, burung yang menjadi maskot Papua ini memang memiliki keindahan dengan warna bulu yang indah. Karena kemolekan warnanya, burung cenderawasih disebut sebagai burung dari surga atau bird of paradise. Burung ini jarang turun ke tanah atau seringnya terbang di udara dan hinggap di dahan pepohonan.
Warna bulu cenderawasih yang mencolok biasanya merupakan kombinasi beberapa warna yang lain seperti hitam, cokelat, oranye, kuning, putih, biru, merah, hijau, dan ungu. Burung ini semakin molek dengan keberadaan bulu memanjang dan unik yang tumbuh dari paruh, sayap, atau kepalanya.
Burung cendrawasih yang berbulu indah ini biasanya adalah pejantan. Bulu indah tersebut menjadi modal cenderawasih jantan untuk menarik perhatian betina pada musim kawin. Selain memamerkan keindahan bulu mereka, cenderawasih jantan bahkan melakukan gerakan-gerakan atraktif serupa tarian yang dinamis dan indah untuk merebut perhatian betina. Tiap jenis cenderawasih memiliki jenis tarian dan atraksi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Cenderawasih betina cenderung berukuran lebih kecil dengan warna bulu yang tidak seindah dan sesemarak warna cenderawasih jantan.
Warna yang dimiliki burung surga ini bermacam-macam dan menjadi salah satu indikator pengelompokan jenis mereka. Burung cendrawasih dikelompokkan dalam famili Paradisaeidae; terdiri dari 13 genus dan sekira 43 spesies (jenis). Habitat aslinya di hutan-hutan lebat yang umumnya terletak di daerah dataran rendah dan hanya dapat ditemukan di Papua, Papua Nugini, dan Australia timur.
Berdasarkan Penelitian Nationat Geographic, Papua adalah wilayah dengan jumlah spesies cendrawasih terbanyak. Diduga terdapat sekira 30 jenis cendrawasih di wilayah ini, karena 28 jenis diantaranya dapat ditemukan di Papua. Beberapa jenis cenderawasih diantaranya cendrawasih kuning kecil, cendrawasih botak, cendrawasih raja, cendrawasih merah, dan toowa telah masuk dalam daftar jenis satwa yang dilindungi berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 dan PP No 7 Tahun 1999.
2. Identifikasi Sumber Penyebab Kepunahan Burung Cenderawasih
Keindahan bulunya, yang menarik hati mengakibatkan keberadaan burung cenderawasih ini
kian lama kian terancam akibat beberapa hal yakni :
- Perburuan dan penangkapan liar untuk tujuan perdagangan karena memiliki daya jual yang tinggi dan sering digunakan sebagai atribut adat masyarakat lokal maupun cenderamata bagi pengunjung suatu daerah di papua
- Praktek Ilegaloging dan pengembangan perkebunan kelapa sawit mengakibatkan deforestasi hutan yang berdampak pada kerusakan habitat hidup burung cenderawasih di alam bebas.
- Kebisingan, Gencarnya pemekaran serta pembangunan infrastruktur untuk menjangkau daerah terisolasi dan semakin banyaknya transportasi seiring perkembangan kota mengakibatkan tingkat kebisingan yang tinggi sehingga habitat burung cenderawasih terganggu dan bermigrasi ke tempat yang lebih aman namun habitatnya semakin sempit.
Selain beberapa hal diatas ketidakpedulian pemerintah terhadap pengawasan penegakkan UU Perlindungan satwa di indonesia sangat lemah sehingga diperkirakan di akhir abad 19 dan awal abad 20, burung Cenderawasih marak diperdagangkan karena menjadi trend penghias topi wanita di eropa, selain itu banyak burung juga yang diekploitasi keluar pulau papua oleh pemburu burung untuk dijual kepada pencita burung yang pada akhirnya mati karena ketidak sesuaian habitat.
Hingga saat ini pemerintah terus melakukan berbagai proyek untuk mengesploitasi sumber daya alam (SDA) Papua tetapi belum melakukan upaya nyata dalam menangani laju kepunahan burung cenderawasih sebagai salah satu satwa endemik asal papua.
3. Peran Pemerintah dan Masyarakat Adat dalam mengatasi kepunahan burung Surga
Berdasarkan kenyataan hari ini dan ulasan diatas sangat jelas bahwa Burung Cenderawasih berada pada kondisi yang sangat memperhatinkan karena berpotensi dan telah mengancam eksistensi burung endemik Papua. Sehingga harus ada upaya yang serius dilakukan oleh Pemerintah dan Masyarakat papua sebagai pemilik tanah papua, yang wajib menjaga pulau dan seluruh isinya.
a.Peran Pemerintah.
Keberadaan burung cenderawasih sebagai satwa yang endemik dan unik berpotensi untuk dikembangkan sebagai Ekowisata Birdwatching dan dapat memeberikan manfaat ekonomi dan sosial tanpa mengesampingkan kelesatrian alam sekitarnya. Hal ini butuh keseriusan dari dinas terkait dalam hal ini, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kehutanan Provinsi dapat bersinergi serta Dinas lainnya dapat bertindak untuk melakukan melakukan upaya-upaya untuk menangani masalah ini demi keberlanjutan satwa dan alam yang lestari. Menurut penulis secara pribadi ada beberapa hal yang harus segera dilakukan oleh dinas-dinas terkait adalah :
- Pertama : melakukan peneggakkan terkait UU No 5 Tahun 1990 dan PP No 7 Tahun 1999 tentang Perlindungan Satwa Liar dan membuat peraturan daerah (Regulasi) yang lebih tegas terkait perlindungan satwa langkah di Papua
- Kedua : Dinas terkait harus melakukan Penelitian mengenai ancaman kepunahan burung cenderawasih. Sehingga hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan kebijakan yang lebih konservatif, arif, dan berkelanjutan.
- Ketiga : Dinas terkait harus melakukan Zonasi Habitat sesuai penyebaran burung cenderawasih di papua sehingga fokus Kawasan lindung jelas,
- Keempat : Membentuk suatu badan untuk mengawasi satwa langkah di papua agar kerjanya lebih fokus dan tertata rapi serta bersinergi dengan semua stackholders yang memiliki kepentingan di Papua.
- Kelima : Pemerintah Haru mengatasi laju deforestasi yang diakibatkan oleh Penebangan Liar dan pembukaan lahan perkebunan sawit melalui Penegakkan UU dari Kementerian dan Dinas terkait.
- Keenam : Mengembangkan Ekowisata Birdwacthing dilokasi yang cook, berdasarkan zonasi Habitat yang telah dilakukan (poit 3), sehingga masyarakata lokal dapat berpartisipasi dalam menjaga wisata alam tersebut dan memberikan manfaat ekonomi bagi masayarakat dan menumbuhkan Pendapatan Anggara Daerah.
- Ketujuh : Dapat mengembangkan tata kelola Hutan sebagai Habitat Cenderawasih secara lestari, berkelanjutan dan partisipatif Masyarakat dan seluruh satacholders.
- Kedelapan : Melarang/mengurangi penggunaan bulu burung Cenderawasi sebagai Souvenir kepada siapapun dan menggantikan pemberian souvenir dengan Noken karena telah di akui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
b. Peran Masyarakat Adat
Peran masyarakat Adat sangat mutlak dibutuhkan dalam upaya perlindungan cenderawasih di tanah papua, sebab semua kebijakan dapat ditetapkan tetapi tanpa masyarakat semuanya takakn berjalan mulus, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat adat adalah:
- Pertama : Menjaga Hutan dan memerangi segala bentuk perampasan tanah adat, penebangan liar, dan perburuan liar sebagai bentuk tanggung jawab kita kepada alam yang dititipkan oleh sang Pencipta.
- Kedua : Tidak Menjual tanah kepada investor yang berwatak kapitalis dan tetap hidup dari hasil olah Tanah.
4.Penutup
Maju mundurnya potensi wisata dengan memanfaatkan satwa endemik sangatlah tergantung pada komitmen,kebijakan dari pemerintah daerah yakni dinas terkait yang memiliki kepentingan seperti Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan serta Dinas Pariwisata,
Sangat besar potensi untuk dikembangkan menjadi ekowisata birdwatching sehingga diharapkan dinas tersebut dapat bekerja sama sehingga dapak memberikan manfaat lebih kepada masyarakat dengan mengoptimalkna kearifan lokal yang dimiliki. Melalui Zonasi Habitat sebagai upaya pemetaan wilayah dan penempatan lokasi ekowisata.
Selain itu sangat perlu dilakukan upaya pembuatan regulasi melalui Legislatif yang mutlak harus didukung oleh eksekutif pemerintah maunpun semua stackholder yang memiliki kepentingan.
Dan membentuk suatu lembaga pengawasan, perlindungan Satwa khusus agar tata kerja dan memiliki pola atau sistem yang fokus.
Akhir kata semoga Pemerintah daerah Provinsi Papua dan Papua barat dapat mengambil tindakan lanjutan untuk melakukan penelitian lebih mendalam agar bergunan bagi Tanah Papua dan isinya,
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Burung-burung_Cenderawasih
http://papua.antaranews.com/berita/450049/aktivis-berharap-burung-cenderawasih-tidak-dijadikan-souvenir